Pesawat Merpati Menghajar Gunung Puntang 29 Tahun Lalu, 31 Penumpang Meninggal





Minggu siang, 18 Oktober 1992, cuaca di Lapangan terbang Jenderal Ahmad Yani, Semarang, Jawa tengah, benar-benar ceria. Karena itu, tidaklah aneh jika pesawat CN-235 Merpati Nusantara Airlines beregistrasi PK-MNN bernomor penerbangan MZ-5601 jalur Semarang-Bandung pergi sama sesuai agenda.


Terdaftar, pesawat yang bawa 27 penumpang dan empat awak ini pergi dari Semarang jam 13.05 WIB dan direncanakan datang di Bandung jam 14.00 WIB. Sesudah mengudara, hampir tidak ada masalah memiliki arti.


Sampai selanjutnya Captain-pilot Fierda Panggabean dan ko-pilot Adnan S Paago pesawat yang dikendarai Captain-pilot Fierda Panggabean dan ko-pilot Adnan S Paago itu merajut contact saat pesawat ada di sekitaran Cirebon, Jawa Barat.


Panggilan melalui gelombang radio dari balik kokpit pesawat ke menara di Bandar Udara Husein Sastranegara, Bandung, terjadi jam 13.35 WIB. Dalam contact radio itu, Pilot Fierda Basaria Panggabean, 29 tahun, menyampaikan kabar pesawatnya ada di atas Cirebon di ketinggian 12.500 kaki (4.144 mtr.). Trangadi, nama pesawat Merpati itu, siap landing di Bandung 21 menit setelah itu.


Cuaca Bandung sendiri saat itu kurang berteman. Sumardi, petugas di APP (Aprroach Kontrol Office) Husein Sastranegara menyampaikan Judi Online kabar ke Pilot Fierda, hujan turun dibarengi guntur. Awan bergelantung walau tidak terlampau tebal, penglihatan visual mencapai jarak 4-5 km.


"Maintain one two five," Sumardi memberi pesan supaya Fierda menjaga ketinggian pesawatnya di 12.500 kaki.


Untuk pilot dengan pengalaman 6.000 jam terbang seperti Fierda, cuaca Bandung waktu itu bisa jadi tidak terlampau mengkhawatirkan. Karena itu dengan setahu APP di Lapangan terbang Soekarno Hatta, Cengkareng, Fierda turunkan Trangadi sampai 8.500 kaki (2.833 mtr.).


Ia menyampaikan kabar manuver itu ke Bandung jam 13.40, dan putuskan lakukan pendaratan dengan visual approach, memercayakan penglihatan mata. Sumardi mempersilakan Fierda buka contact kembali sesudah Trangadi menyaksikan ujung dasar Lapangan terbang Husein.


"Fierda saat itu mengontak menara Husein untuk meminta ijin turun dari 12.500 kaki ke ketinggian 8.500 kaki," tutur Humas Merpati Ilyas Jufrie.


Tetapi, tidak pernah ada contact kemudian. Pesawat CN-235 Merpati Nusantara Airlines itu lenyap contact. Petugas di APP Husein Sastranegara tidak ada yang mengetahui peristiwa seterusnya dari pesawat itu.


Di saat yang serupa, warga Daerah Cigunung, Dusun Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut cenderung pilih tinggal di tempat tinggalnya masing-masing, cuman sedikit orang yang hilir mudik waktu itu. Mahfum, cuaca waktu itu sedang hujan dibarengi kabut pekat.


Kira-kira jam 14:00 WIB kedengar suara ledakan keras, warga sekitaran waktu itu sedikit menyangka asal mula suara ledakan itu. Baru esok harinya atau 20 jam sesudah pesawat kehilangan contact, masyarakat ketahui apa yang sebetulnya terjadi.


Trangadi tidak pernah capai Bandung. Pesawat CN 235 celaka itu akhiri perjalanannya secara ironis di Gunung Puntang di ketinggian 2.040 mtr., sekitaran 60 km arah tenggara Bandung.


Pesawat Merpati itu persisnya diketemukan di block Barukaso Pasir Tes, Dusun Cipaganti, Kecamatan Cisurupan, Garut, sekitaran 80 km dari Kota Bandung di daerah rangkaian Gunung Papandayan.


Badan pesawat remuk berkeping, hangus terbakar. Sekitar 31 penumpang terhitung awak pesawat meninggal. Tubuh pesawat kelihatan menancap di gunung. Ke-2 sayap pesawat terlihat terlipat, sementara cuman sisi ekor yang kelihatan masih utuh.


Mayat Fierda diketemukan team SAR dengan badan hangus, ke-2 tangannya masih menggenggam batang setir pesawat. Meka Fitriyani, sembilan tahun, meninggal dalam pelukan ibunya. Seorang penumpang terlontar 20 mtr. dari pesawat karena bentrokan keras. Ia cuman untung bisa lolos dari api, tetapi tidak lepas dari maut.


Disekitaran lokasi jatuhnya pesawat, pohon-pohonan menghitam sisa terserang embusan api dari pesawat. Sampai petugas datang di lokasi pada Senin siang, asap sisa terbakarnya pesawat masih mengepul pada udara.


Tempat jatuhnya pesawat, cukup susah dicapai karena berada antara dua lereng bukit yang paling curam. Petugas yang akan mengevakuasi korban, harus jalan kaki sepanjang tiga jam dengan mendaki gunung yang cukup curam.


Kondisi badan beberapa korban terlihat telah hangus terbakar, dan korban yang lain kelihatan tidak utuh. Tetapi karena usaha keras Team SAR, semua mayat korban dapat dievakuasi.

Analisis Pemicu Kecelakaan

Saat mengevakuasi korban, blackbox pesawat bisa juga diketemukan. Pemicu kecelakaan berdasar analitis blackbox, dijumpai pesawat CN-235 itu jatuh karena cuaca jelek dan sedikit kekeliruan manusia.


"Factor kekeliruan manusia itu adalah karena pilot tidak selekasnya kembalikan status pesawatnya pada lajur penerbangan sebelumnya, sesudah dia berbelokkan pesawatnya ke lajur lainnya," kata Dirjen Perhubungan Udara Zainuddin Sikado.


Ringkasan itu sebagai hasil analisis pada kotak hitam pesawat yang ditelaah di National Transport Safety Board (NTSB) dan Federasi Aviation Administration (FAA), dua tubuh sah yang berkedudukan di Amerika Serikat.


Riset itu dilaksanakan pada data Cockpit Voice Recorder (CVR) dan Flight Data Recorder (FDR), yang berisi perbincangan di antara pilot dan menara dan di antara pilot dan co-pilot.


Menurutnya, saat pergi dari Semarang, cuaca dan keadaan pesawat yang dipiloti oleh Fierda dipastikan baik dan tidak ada masalah tehnis dan akan terbang pada lajur yang ditetapkan.


Tetapi, saat ada di atas Cirebon pada lajur 261 derajat, pilot minta turun dari ketinggian 12.500 kaki ke 8.500 kaki. Pilot berbelokkan pesawatnya ke selatan untuk berpindah ke lajur 240 derajat.


Fierda memilih untuk terbang secara visual tanpa pengaturan alat navigasi dan cuman memercayakan penglihatan mata. Beralihnya lajur pesawat itu ditujukan untuk menghindar badai awan hitam yang tebal di lajur 261.


"Rupanya, saat pesawat ke arah selatan, kondisi cuaca tambah jelek, kecepatan angin diprediksi capai 25 - 40 knot /jam, hingga kecepatan pesawat dengan code penerbangan Mz 5601 itu semakin, kata Zainuddin.


Zainuddin menjelaskan, semestinya sesudah pesawat membelok selekasnya kembali lagi ke lajur sebelumnya (261). Tetapi hal tersebut tidak dilaksanakan pilot walau sebenarnya waktunya lumayan lama saat sebelum perbincangan dengan menara Bandung berhenti pada jam 13.42 WIB.


"Mungkin pilot masih usaha mencari sela pada cuaca yang jelek itu," kata Zainuddin.


Sesudah bencana jatuhnya CN-235 itu, Maskapal Merpati membangun tugu peringatan jatuhnya CN-235. Di tugu itu tercatat 31 korban bencana jatuhnya Pesawat Merpati. Selanjutnya jalan ke arah Dusun Cipaganti juga didokumentasikan bernama Jalan Merpati sebagai wujud masa lalu.


Kecelakan pesawat ini terhitung bencana terjelek sejauh riwayat kecelakaan pesawat di Indonesia.